Regulasi

Sri Lanka Lawan Fitnahan Sawit Merusak Lingkungan dengan Argumen Ilmiah 

KOLOMBO - Fitnahan bahwa Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) di Sri Lanka memberikan dampak yang merugikan terhadap lingkungan sama sekali tidak berdasar. Pasalnya luas lahan yang ditanami sawit hanya 1,1 persen dari seluruh luas tanaman tradisional lainnya seperti teh, karet, dan kelapa. Demikian pernyataan dati badan industri setempat.

Menanggapi tuduhan bahwa perkebunan kelapa sawit menyebabkan sumber air bawah tanah mengering, menurunkan tanah dan membiakkan reptil, the Palm Oil Industry Association (POIA), Asosiasi Industri Kelapa Sawit Sri Lanka menyatakan bahwa tidak ada dari tuduhan tersebut memiliki dasar ilmiah. 

"Ini juga sebuah hinaan terhadap kecerdasan publik untuk menuduh bahwa 9.000 hektare lahan sawit dipersalahkan untuk masalah lingkungan di sebuah negara yang memiliki 778 ribu ha perkebunan teh, karet, dan kelapa ditambah lagi tanaman lain dan hutan," sebut POIA.

"Aktivis dan pelobi yang punya kepentingan pribadi juga mengabaikan fakta bahwa sudah sejak 50 tahun lalu negara menanam di 9.000 hektare lahan sawit bahkan sudah ada mandat dari pemerintah untuk mencapai 20 ribu hektare. Tanaman ini terhitung hanya 2,5 persen dari luas perkebunan teh, karet, dan kelapa," tambah asosiasi.

Meski begitu bisnis ini secara akumulatif sudah berinvestasi sekitar 26 Miliar Rupee pada industri kelapa sawit di Sri Lanka.

Soal sumber air bawah tanah, akibat dari sawit tidak terlalu signifikan dan berbeda dengan karet. Memang satu pohon sawit mengkonsumsi lebih banyak air daripada pohon karet, tapi konsumsi air per hektare kelapa sawit hanya sedikit lebih tinggi dari satu hektare karet karena lebih sedikit sawit ditanam dalam satu hektare.

Satu hektare karet membutuhkan 31.500 liter air per hari sedangkan sawit 34.640 liter. Perlu dilihat bahwa sawit ditanam di wilayah dengan intensitas hujan rata-rata 3.500 milimeter, dan keperluan airnya adalah 1.300 mm per tahun. Jadi tidak ada alasan mendasar untuk menyatakan bahwa tanaman sawit bisa menyebabkan defisit sumber air. Tanaman sawit di Distrik Galle dimulai 50 tahun lalu, tapi  selama itu tidak ada laporan kekurangan air karena kelapa sawit.

Kemudian terkait dampak terhadap tanaman tradisional, pemerintah sudah membuat formulasi panduan yang ketat terhadap industri kelapa sawit. Panduan itu menetapkan bahwa maksimal 20 ribu ha lahan total bisa ditanami sawit. Luas area ini kurang dari 3 persen total lahan perkebunan lain. Sri Lanka punya 202 ribu ha kebun teh, 136 ribu ha karet, dan 440 ribu kelapa.


Terkait meningkatkan populasi reptil, di Nakiadeniya, tempat pertama kali ditanam sawit 50 tahun lalu dan sekarang luasnya 3.072 ha, tidak ada peningkatan populasi binatang tersebut. Dari rekam jejak negara bagian ini, nyata bahwa jumlah jumlah serangan ular kepada pekerja sama dengan yang di perkebunan lain.

Adanya erosi dan tanah longsor tidak berhubungan dengan tanaman taoi lebih ke manajemen tanah. Sawit hanya ditanami di medan yang memiliki gradien kurang dari 23 derajat seperti yang disampaikan the Coconut Research Institute (CRI).

Saat ini per kapita konsumsi minyak goreng di Sri Lanka adalah 10,4 kg per tahun dan saat ini kebutuhan konsumsi adalah 160 ribu Metrik Ton. Negara hanya bisa memproduksi 44 ribu MT kelapa dan 18 ribu MT Sawit, jadi defisit 98 MT. Total Sri Lanka mengimpor 240 ribu MT minyak dan lemak senilai 29 Miliar Rupee untuk konsumsi, industri, dan tujuan lainnya.

Pernyataan disampaikan Executive Committee POIA Dr Rohan Fernando (President), Messrs Vish Govindasamy and Sajjad Mawzoon (Vice Presidents), Mrs Oshadhi Kodisinghe (Secretary), Mr Ravi Jayatilleke (Treasurer) and Messrs Gayan Samarakone, Bhathiya Bulumulla, Lalith Obeyesekere, Thishan Karunasena, Manjula Narayana, Manoj Udugampola dan Binesh Pananwala. Bay


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar